Umar Kayam: Budayawan Unik Asli Ngawi

Umar Kayam atau yang biasa disapa dengan panggilan UK ini lahir di Ngawi, Jawa Timur pada 30 April 1932. Ia adalah seorang budayawan, sosiolog, dan cerpenis yang dikenal sebagai salah seorang pelopor kehidupan teater kampus di masa kuliahnya. UK menulis fiksi best seller “Para Priyayi“, dan salah satu kumpulan essaynya juga menjadi hits dengan judul “Mangan Ora Mangan Kumpul“.

Dari kecil, UK telah gemar membaca, baik itu bacaan-bacaan dongeng maupun bacaan yang mengandung unsur pelajaran dengan bahasa Belanda. Jiwa sastranya semakin terlihat di masa SMA. Bersama teman-temannya, UK menjadi pengelola majalah dinding dan mulai menampilkan karya-karyanya.

UK adalah anak dari seorang guru di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) bernama Sastrosoekoso. Dengan lingkungan dan latar belakang yang mendukung, UK akhirnya berhasil memuat karya pertamanya di majalah, yaitu cerpen Bunga Anyelir.

Pada tahun 1955, UK lulus sebagai sarjana muda di Fakultas Pedagogik Universitas Gadjah Mada. Pada tahun 1963 ia kemudian meraih gelar Master of Arts (M.A) dari Universitas New York, Amerika Serikat, dilanjut dengan gelar Ph. D dari Universitas Cornell, Amerika Serikat pada tahun 1965.

Seusai pendidikannya, ia kembali ke Indonesia dan menjadi tokoh yang melahirkan perfilman dengan warna baru. Pada tahun 1966 hingga 1969, ia menjabat sebagai Direktur Jenderal Radio, Televisi, dan Film Departemen Penerangan RI. Di tahun-tahun tersebut ia menciptakan sejumlah karya, di antaranya kumpulan carpen Seribu Kunang-kunang di Manhattan yang mendapat hadiah dari majalah Horison pada tahun 1972.

Selepas itu, UK menjadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta. Di masa jabatannya, ia mempelopori kombinasi antara seni modern dan tradisional. Ia memperkenalkan grounded method dengan pendekatan kultural untuk mengembangkan studi sosiologis mengenai sastra. Alhasil, UK memberikan inspirasi terhadap kemunculan karya-karya seni kreatif baru, baik di bidang sastra, seni rupa, seni pertunjukan, dan sebagainya.

Umar Kayam terus berperan sebagai seorang budayawan berpendidikan yang mendidik. Ia menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), juga dosen di Universitas Indonesia, dosen Sekolah Tinggi FIlsafat Driyarkara di Jakarta, dan senior-fellow East-West Center, Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat.

Tidak berhenti di situ, kiprah UK di tahun 1984 melebar, ia memerankan Presiden Soekarno di dalam film Pengkhianatan G30S/PKI. Di antara sekian banyak karya yang telah dilahirkan Umar Kayam, karyanya yang paling dikenal adalah Sri Sumarah dan Bawuk, diikuti dengan cerpennya Seribu Kunang-kunang di Manhattan.

Umar Kayam tutup usia di tahun ke-70 hidupnya, yaitu pada tahun 2002, dengan segudang  karya. Tak lepas dari peran dan dedikasinya, Umar Kayam, budayawan asal Ngawi ini berhasil menjadikan budaya Indonesia semakin kaya. (redaktur/mca)