Memelihara burung perkutut Jawa ternyata tidak sekedar hobi. Ada hal lain yang menjadikan burung pemakan biji-bijian ini punya keistimewaan jika dibandingkan jenis burung lainnya.
Orang Jawa khususnya, percaya bahwa burung ini memiliki kelebihan. Kepercayaan itu bahkan melekat sejak dahulu. Turun temurun hingga era modern seperti sekarang. Tak ayal, burung jenis anggungan ini kerap dijadikan salah satu koleksi hewan peliharaan.
Kegemaran memelihara burung perkutut Jawa juga tidak ujug-ujug ramai. Ada lintasan sejarah yang menjadi benang merah, mengapa burung dengan corak warna keabu-abuan itu mudah ditemukan di beranda orang-orang Jawa hingga sekarang.
Seorang pemerhati budaya, sekaligus tokoh pemuda di Ngawi, Miftahul Huda, membeberkan secara spesifik apa dan mengapa burung perkutut Jawa begitu spesial.
“Burung perkutut sudah dipelihara sejak zaman leluhur. Para raja dan orang-orang yang memiliki kewenangan saat itu, pasti memelihara burung perkutut Jawa,” katanya.
Pria pemilik Yayasan Raden Mas Said itu juga memberikan informasi, bahwa tidak semua burung perkutut Jawa ada keistimewaan. Burung dengan ciri-ciri khusus tertentu saja, yang dipercaya memiliki keistimewaan.
Huda panggilan akrab tokoh pemuda ini, menyampaikan, untuk melihat keistimewaan pada burung perkutut Jawa bisa dilihat dengan katuranggan. Yaitu ciri-ciri yang melekat pada corak atau warna bulu, kelakuan, dan suara burung.
“Katuranggan itu semacam energi alam yang dibawa oleh burung perkutut Jawa, muncul secara alamiah. Tidak bisa direkayasa,” ucapnya.
Katuranggan pada warna, muncul pada bulu-bulu burung. Ada pula yang bisa dilihat dari ciri fisik. Seperti muncul sebuah jambul pada kepala burung. Warna pada bulu dan lain-lain.
Adapun, jenis burung dengan katuranggan warna juga ada penamaan khusus. Seperti Songgo Ratu. Burung dengan jambul semacam mahkota. “Songgo Ratu, Dulu hanya dipelihara para raja,” tambah dia.
Katuranggan kelakuan. Burung dengan ciri-ciri perilaku saat dalam sangkar. Ada macam-macam kelakuan. Misalnya, burung yang hobi menunduk. Jarang mendongakan kepala. Jenis ini diberi nama Bodronoyo. Kebalikannya, Noroyono.
Sementara untuk katuranggan suara, bisa diamati dari kebiasaan burung saat bersuara. Ada macam-macam kebiasaan. Namun pada umumnya dilihat dari waktu burung manggung. Misalnya Gedong Mengo. Burung ini hanya manggung saat pagi. Kebalikannya Gedong Mingkem, yang manggung saat senja saja.
Adapun terkait anggapan adanya berkah dari memelihara burung perkutut Jawa, Huda menjelaskan bahwa hal itu hanyalah sebagai perlambang orang Jawa. Bukan berarti burung perkutut Jawa itu sakti mandraguna.
“Orang Jawa identik dengan tanda, dia memberikan tanda kepada alam kepada Tuhan. Perkutut juga identik dengan tanda, misalnya dia memelihara jenis Surung Drajat, dia menginginkan karirnya cepat terangkat,” ungkapnya.
Terlepas dari anggapan itu, harga burung perkutut Jawa yang memiliki ciri khusus disebut Huda juga memiliki harga jual yang tinggi. Bahkan, jenis yang langka, seperti Songgo Ratu, harga jualnya bisa mencapai puluhan juta rupiah. “Semakin langka semakin mahal harganya,” ujarnya. (Mmf)