Betty Boothroyd Hingga Puan Maharani, Sosok Perempuan yang Mengukir Sejarah di Parlemen

Keterwakilan perempuan dalam parlemen dinilai sebagai suatu hal yang penting dalam sistem demokrasi. Di Parlemen, perempuan dianggab sebagai kelompok yang tepat untuk mengambil kebijkan-kebijakan yang merepresentasikan kepentingan-kepentingan perempuan.

Tidak banyak negara yang berhasil mencapai tingkat keterwakilan perempuan dalam porsi yang memuaskan di parlemennya masing-masing. Hal tersebut melahirkan pandangan bahwa peristiwa terpilihnya seorang perempuan dalam puncak kepemimpinan parleman adalah sesuatu yang sangat jarang terjadi. Namun, begitu mengesankan, terdapat nama-nama yang pada akhirnya berhasil mengukir sejarah dalam kaitan antara perempuan dan parleman. Betty Boothroyd, Fawzia Zainal, hingga Puan Maharani adalah beberapa tokoh perempuan yang mengukir sejarah sebagai ketua parlemen perempuan pertama di tanah tumpah darahnya masing-masing.

Betty Boothroyd : Inggris

Betty Boothroyd adalah perempuan pertama yang terpilih sebagai ketua di British House of Commons atau Majelis Rendah Parlemen Inggris pada 27 April 1992 silam. Ia adalah perempuan pertama yang memimpin parlemen Inggris setelah 700 tahun lamanya lembaga itu berdiri.

Boothroyd berasal dari kota bersejarah di utara Inggris, Yorkshire. Ia pernah bekerja sebagai penari dan eksis bersama grup Tiller Girls sebelum terjun ke politik dan menjadi anggota salah satu Partai Buruh, partai yang terkenal sebagai oposisi pada masa itu. Boothroyd pertama kali terpilih sebagai anggota parlemen pada tahun 1974. Kemudian dalam lima tahun berikutnya, ia terpilih kembali dan memegang jabatan sebagai wakil ketua majelis rendah. Ia menjadi populer dan dikenal meski tegas, memiliki selera humor yang baik.

Terpilihnya Boothroyd menjadi sejarah baru bagi parlemen Britania Raya. Selain menjadi perempuan pertama yang memimpin parlemen Inggris, Ia juga menjadi ketua parlemen pertama dari kubu oposisi, terhitung sejak berakhirnya Perang Dunia Kedua. Ia adalah peraih suara terbanyak yang mewakili wilayah West Bromwich West.

Fawzia Zainal : Bahrain

Fawzia Zainal membuat sejarah di parlemen Bahrain setelah dirinya terpilih sebagai ketua di lembaga legislatif itu. Ia adalah perempuan pertama yang memimpin parlemen Bahrain setelah memperoleh 25 suara dari 40 orang anggota parlemen.

Fawzia memilki latar belakang seorang aktivis media social dan berkarir sebagai jurnalis. Ia tercatat sebagai direktur di Bahrain Radio and Television Corporation selama 25 tahun. Selain itu, Fawzia tercatat sebagai General Manager di Infinity Multimedia Associates dan anggota Bahrain Businesswomen’s Society.

Meski memiliki jejak karir yang gemilang, langkah Fawzia terbilang tidak mudah untuk masuk ke parlemen. Ia gagal menghadapi para pesaingnya dalam 2 putaran sebelumnya. Tahun 2016 adalah kali pertamanya Fawzia mencalonkan diri sebagai anggota parlemen. Di putaran pertama tersebut, ia mengalami banyak hambatan, terutama saat politik Bahrain tidak akrab dengan kandidat perempuan. Bahkan, Fawzia dikabarkan sempat mendapatkan ancaman dan posko kampanyenya dibakar. Ia gagal dan sempat menjadi sasaran gossip yang merendahkan.

Di putaran kedua tahun 2014, Fawzia mencalonkan kembali untuk distrik kelima Riffa Timur. Ia mengkampanyekan peningkatan kondisi kehidupan perempuan, serta mengatasi pengangguran dan memerangi korupsi. Namun ia gagal dengan selisih suara yang tipis dengan  pesaingnya yang seorang pria.

Ia baru terpilih pada putaran ke tiga di tahun 2018 bersama dengan lima wanita lainnya. Menariknya, ia berhasil mengalahkan petahana, orang yang sama yang ia hadapi pada putaran sebelumnya. Ia begitu keras mengkritik parlemen sebelumnya yang ia pandang tidak merepresentasikan keterwakilan perempuan. Fawzia adalah politisi yang sangat fokus pada isu gender. Kemenangannya beserta lima perempuan lainnya telah membawa wajah baru bagi politik Bahrain, dimana perempuan telah mendapat tempat di politik dan parlemen Bahrain.

Halimah Yacob : Singapura

Halimah Yacob adalah seorang politikus Singapura. Ia menjadi sejarah di politik Singapura karena ia adalah ketua parlemen perempuan dan presiden perempuan pertama di negeri berlambang Singa tersebut.

Halimah Yakob, harus meninggalkan jabatannya sebagai Menteri Pembangunan Masyarakat, Pemuda dan Olahraga ketika Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong menunjuk langsung wanita berhijab itu menjadi ketua parlemen menggantikan Michael Palmer yang mengundurkan diri karena skandal seks.

Alumni Universitas Negeri Singapura merupakan Ketua Parlemen ke-9, yang akhirnya mengundurkan diri karena maju dalam pemilihan presiden pada 7 Agustus 2017. Halimah juga menjadi presiden Muslim dan perempuan pertama di Singapura, setelah dilantik pada 14 September. Bahkan, ia juga pernah menjadi perwakilan Singapura pertama di organisasi internasional buruh (ILO) pada tahun 1999-2001.

Dalam pencalonannya menjadi presiden, Halimah harus bersaing melawan 2 calon lain, yaitu Mohammed Salleh Marican, yang merupakan Chief Executive dari Second Chance Properties, dan Farid Khan, yang merupakan Chairman dari Bourbon Offshore Asia Pacific. Kemenangan telak pun diraih Halimah, paska semua pesaingnya dinyatakan tidak layak oleh Departemen Pemilu Singapura.

Puan Maharani : Indonesia

Politisi tanah air, Puan Maharani telah resmi dilantik menjadi ketua DPR RI untuk periode 2019-2024. Akhirnya pecah telur, Puan menjadi sejarah baru perpolitikan tanah air. Ia adalah perempuan pertama yang memimpin DPR RI.

Puan adalah cucu proklamator Republik Indonesia, Soekarno. Ayahnya, Taufiq Kiemas (alm) adalah seorang negarawan dan politikus yang pernah menjabat sebagai ketua MPR RI periode 2009-2014. Sementara, ibunya adalah presiden perempuan pertama Indonesia, Megawati Soekarno Putri.

Terlahir dari keluaga politisi, membuat ia sejak kecil sudah terbiasa dengan hingar bingar panggung politik. Saat ibunya, Megawati, menjadi Presiden RI pada periode 2001-2004, ia selalu berada di samping ibunya, baik saat melakukan kunjungan resmi ke daerah maupun ke luar negeri. Munculnya Puan di Mega Center ketika itu dinilai menjadi symbol bahwa estapet kepemimpinan suatu hari akan sampai ketangannya.

Terlepas dari nama besar orang tuanya, Puan sejatinya layak menjadi politisi handal sekaligus menjadi wakil rakyat yang kompeten untuk menyuarakan aspirasi wong cilik yang ia perjuangkan bersama partainya PDI Perjuangan.

Sebagai seorang perempuan, alumni jurusan Ilmu Komunikasi Massa Universitas Indonesia ini memiliki sepak terjang yang sangat baik di perpolitikan tanah air. Ia terlihat aktif terlibat di organisasi politik sejak tahun 2006. Saat itu ia menjadi anggota DPP KNPI Bidang Luar Negeri. Kemudian pada tahun 2009, ia mencalonkan diri sebagai anggota legislatif pada Pemilu 2009 dari Dapil Jawa Tengah V (Surakarta, Sukoharjo, Klaten, dan Boyolali). Puan Maharani akhirnya terpilih dengan suara terbanyak kedua di tingkat nasional yaitu 242.504 suara. Di partainya sendiri, PDI Perjuangan, Puan tercatat pernah menjabat sebagai Ketua Bidang Politik & Hubungan Antar Lembaga yang memiliki peran strategis.

Terpilihnya Puan menjadi ketua DPR RI memiliki catatan sendiri. Tidak hanya menjadi perempuan pertama, ia juga menjadi orang pertama dari PDI Perjuangan yang pernah menjadi ketua DPR sejak partai itu berdiri. Perolehan suaranya juga terbilang tidak tanggung-tanggung, ia meraih 404.034 suara dari Dapil Jateng V yang meliputi kabupaten Solo, Sukoharjo, Klaten, dan Boyolali. Ia menjadi inspirasi bagi politisi Indonesia, khususnya kalangan perempuan.