Pengrajin di Sentra Industri Tahu di Ngawi, Pastikan Tetap Berproduksi

Masyarakat pengrajin di sentra industri tahu dan tempe Dusun Kedung Prawan, Desa Gendingan, Kabupaten Ngawi tetap melanjutkan produksi meski harga kedelai impor melonjak tajam. Hal itu seperti yang dikatakan, Anang Wahyudi (38) pemilik pabrik pengolahan tahu di dusun setempat.

“Kalau masih bisa bertahan, kita akan tetap produksi. Karena mau bagaimana lagi, usaha kita hanya ini, kalau berhenti, dapat pemasukan dari mana?, Sedangkan kita masih punya banyak tanggungan,” katanya.

Anang Wahyudi, pemilik pabrik pengolahan tahu di sentra industri Kedung Prawan

Dusun tersebut salah satu sentra industri pengolahan kedelai, menjadi tahu atau tempe. Sebanyak 80 persen warga dusun tersebut diantaranya menggantungkan hidup pada lini usaha tersebut.

“Kalau pabrik pengolahan, ada sekitar 23 titik. Produksi tahu ini termasuk industri padat karya, minimal dalam satu pabrik ada 4-6 pekerja,” katanya.

Saat disinggung mengenai aksi mogok produksi, Anang menyampaikan bahwa masyarakat setempat tidak akan melakukan itu. Terlebih, sentra industri tersebut tidak hanya bermanfaat bagi warga setempat. Tidak sedikit pedagang tahu keliling dari luar daerah yang mengambil tahu dari dusun tersebut.

Anang mengatakan, Dusun Kedung Prawan termasuk sentra produksi tahu dan tempe terbesar di Kabupaten Ngawi. Setiap harinya, secara keseluruhan membutuhkan kedelai impor sebanyak 10 ton, sebagai bahan baku pembuatan tahu dan tempe.

Pengrajin tahu Pong.

Sementara itu, Suratno, pemilik usaha produksi tahu Pong, juga mengaku tidak akan menghentikan produksi. Meskipun kedelai impor naik, dan langka minyak goreng seperti sekarang.

Agar bisa terus bertahan, dirinya memilih untuk mengurangi takaran, alih-alih mogok produksi. Suratno tetap akan terus berproduksi selama bahan baku, yakni kedelai impor masih terus ada.

“Menyikapi naiknya harga kedelai impor dan minyak goreng, saya hanya mengurangi takaran saja,” ujarnya.

Suratno, pengusaha tahu Pong.

Saat ini, harga jual tahu Pong produksi dirinya masih standar. Dirinya tidak menaikkan harga jual. Hanya saja, ketika harga kedelai impor melambung hingga Rp12 ribu perkilogram, dirinya berencana akan menaikkan harga jual produknya.

Untuk memproduksi tahu Pong dalam sehari, Suratno membutuhkan 1,5 kwintal kedelai impor. Sedangkan untuk minyak goreng sebanyak 20 kilogram.

Produksi tahu Pong Suratno untuk mencukupi kebutuhan di seputaran Pasar Walikukun. Selama naiknya harga kedelai impor, Suratno mengaku tidak menemukan kendala yang berarti. Hanya saja, saat ini dirinya agak kesulitan untuk mendapatkan minyak goreng.

“Agak susah untuk mendapatkan minyak goreng, beda dengan yang dulu. Selain itu kita dapatkan minyak goreng curah tidak murah, masih Rp18-Rp20 ribu perkilogram,” ujarnya.

Suratno berharap pemerintah segera turun tangan. Mengatasi harga kedelai impor yang makin tak terkendali. Dirinya dan para pengrajin tahu lainnya, meminta pemerintah menyetabilkan harga kedelai impor dibawah Rp10 ribu.